Istilah “generation gap” pertama kali dikenal di awal tahun 50an di dunia barat untuk menggambarkan jurang pemisah antara generasi muda dan orang tua mereka. Setiap generasi ini konon memiliki sebutan, misalkan Baby Boomers untuk mereka yang lahir di tahun 1950-60an, dan juga Generation X untuk mereka yang lahir di era tahun 1980an. Pada umumnya perbedaan-perbedaan yang terjadi dipicu oleh perkembangan yang terjadi dunia mode (fashion) dan juga dunia musik.
Di era digital ini, ternyata telah muncul potensi “generation gap” baru yang dipicu oleh tema yang berbeda, bukan fashion ataupun musik, melainkan teknologi.
Menyimak On Air Seminar dari Tanadi Santoso, salah seorang pakar Digital Marketing Indonesia, di radio PAS FM beberapa hari yang lalu, setidaknya terdapat 2 istilah baru yang sangat tepat untuk menggambarkan hal ini, yaitu saat ini terdapat apa yang dikenal sebagai generasi “Digital Native” dan juga generasi “Digital Immigrant”.
***
Istilah Digital Native menggambarkan mereka yang sejak kanak-kanak sudah akrab dengan benda-benda yang bernuansa digital, mulai dari berbagai gadget dan tentu saja dunia internet. Mereka ini memiliki reflek yang sangat “digital”, antara lain mencari informasi arah melalui Google Maps, mencari informasi kemacetan jalan melalui Twitter, melihat jadwal bioskop cukup dengan browsing, dan mereka lebih menyenangi membaca melalui Ebook atau Kindle.
Digital Immigrant adalah istilah bagi para orang tua dari kaum Digital Native ini. Mereka ini adalah generasi yang berada di persimpangan, dan nyaris “terpaksa” menggunakan teknologi digital. Para Digital Immigrant ini tertatih-tatih untuk “berjalan” di jalur digital, karena pada dasarnya kompetensi mereka adalah dunia lama, alias dunia analog. Digital Immigrant mungkin menggunakan gadget, tapi saat yang sama mereka gagap dalam mengoperasikannya. Mereka menyimpan ratusan data di Blackberry mereka, tetapi budaya membackup data bukan bagian dari kebiasaan mereka. Generasi Digital Immigrant ini tentu tetap lebih senang membaca koran, sambil minum kopi di sore hari, dan tentu saja mereka lebih memilih bertanya kepada Polisi di tepi jalan jika mereka ingin menanyakan arah.
Kedua generasi yang dipisahkan oleh dunia digital ini disinyalir akan memiliki perbedaan-perbedaan di banyak hal, mulai dari pola berpikir, kebiasaan, selera, dsb.
***
Perkembangan dunia digital sangat luar biasa, tidak lagi sekedar deret hitung. Di Indonesia sendiri diramalkan bahwa pada tahun 2015 separuh penduduk Indonesia sudah “melek” internet. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan berbagai perubahan yang fundamental di berbagai hal, mulai dari sosial, budaya, dan tentu saja bidang bisnis. Bahkan Tanadi Santoso dengan ekstrim menyampaikan:
“Ready atau tidak, kita semua akan digilas oleh Digital”.
Generasi apakah anda? Digital Native? Digital Immigrant? Atau bahkan masih benar-benar Analog? Selamat datang di era digital!
